Sungailiat, BNBabel.com — Polemik rencana pembukaan keran investasi untuk industri minuman keras di empat provinsi di Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal semakin menuai kecaman dari masyarakat, khususnya kalangan tokoh agama.
Setelah sebelumnya Katib Syuriah PBNU dan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah senada menolak kebijakan kontroversial tersebut, kini Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Bangka-Belitung melalui sekretarisnya, Ustad Fadilah Sobri, turut pula mengecam langkah pemerintah pusat yang menurutnya sangat bertolak belakang dengan ajaran moral Pancasila sebagai falsafah dan tuntunan hidup masyarakat Indonesia selaku orang timur.
Dalam keterangan singkatnya melalui pesan WhatsApp, Selasa (02/03), Ustad Fadil—sapaan akrabnya—mengatakan kalau semua ajaran kitab suci dari agama apapun tetap melarang penggunaan minuman keras, sebab kemudharatannya yang ia anggap sering kali berujung pada tindakan kriminal.
“Jika negara berdasarkan pancasila mestinya menghormati nilai-nilai suci dalam kitab suci masing-masing agama. Lagian masyarakat adat Papua juga menolak,” ujarnya tegas.
Adapun sikap PW Muhammadiyah Bangka-Belitung dalam mencermati polemik ini dikatakan akan tetap sejalan dengan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, yakni meminta Perpres tersebut agar segera dicabut.
Ditanya perihal Perda yang mengatur tentang pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol dengan kadar di bawah 5% yang selama ini bebas diperjual-belikan, Ustad Fadil menjelaskan bahwa hal itu tentu tidak sama dengan membuka keran industri minuman keras secara bebas dan besar-besaran.
“Diperjual-belikan tidak sama dengan upaya untuk membebaskan produksi secara besar. Investasi miras artinya melegalkan secara massif orang untuk memproduksi miras dan pada akhirnya orang bebas sebebasnya [untuk] mabok dan melakukan kejahatan,” tandasnya.
Namun ia tetap menganjurkan agar jual-beli minuman keras dengan kadar alkohol berapa pun harus tetap dilarang mengingat statusnya yang haram menurut hukum agama, dan juga sangat bertentangan dengan kearifan lokal masyarakat.
Diketahui regulasi yang mengatur izin investasi minuman keras tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang telah ditanda-tangani oleh kepala negara tertanggal 2 Februari 2021, sebagai aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam aturan itu pun dijelaskan bahwa terdapat empat provinsi di Indonesia yang diberi izin membuka investasi di bidang industri minuman keras, yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Sulawesi Utara. (JAM)