JAKARTA, BNBABEL.COM – Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) RI, Rommy Fibri Hardiyanto mengatakan perindustrian film nasional semenjak bulan Mei sudah mulai ada pergerakan dibandingkan tahun 2020. Ia sebutkan jika perindustrian film nasional sempat berhenti ketika awal Pandemi Covid-19 merebak.
“Bahkan tayangan film yang ada di bioskop itu hanya mengandalkan film yang syutingnya sudah selesai dikerjakan sebelum Maret tahun 2020. Selain itu siaran televisi saja banyak menyiarkan acara sinetron atau tayangan lama, untuk kondisi sekarang dan kedepan sudah mulia menggeliat kembali industri perfilman di nasional,” terangnya saat ditemui BN Media Group di Jakarta, Selasa (25/5/2021).
Menurutnya untuk melakukan production house saat ini tidak hanya terfokus di bioskop tetapi juga sudah memproduksi untuk di digital pra bayar. Ia menyebutkan sudah ada production house yang membuat web series yang tampil di plafon digital dan tidak tayang di bioskop.
Ia katakan jika pihaknya mulai bekerja ketika film akan ditayangkan, yang dilakukan pihaknya adalah memberikan penguatan kepada pemangku kepentingan perfilman seperti kepada produser, sutradara dan aktor. Intinya bahwa LSF memberikan angin segar dalam bentuk dukungan terhadap karya karya sineas nasional.
“Saat ini kami sedang mengkampanyekan gerakan budaya sensor mandiri yang artinya masyarakat dapat memilah dan memilih tontonan sesuai klasifikasi usia. Ketika kemampuan ini secara terus-menerus dilakukan sehingga berbudaya di masyarakat apalagi menjadi suatu gerakan ini akan semakin bagus. Tahun ini kita akan mencanangkan sensor mandiri menjadi gerakan nasional,” tegas Rommy Fibri Hardiyanto kepada BNBABEL.COM
“Intinya semua lini, aspek dan lembaga bisa bersama-sama mengkampanyekan sensor mandiri yaitu literasi publik agar masyarakat mempunyai kesadaran. Dan LSF memberikan klasifikasi usia itu tidak sembarangan, semua ada pertimbangannya,” sebutnya.
Selanjutnya, untuk gerakan mengajak masyarakat kembali menonton di bioskop untuk di era new normal saat ini tidak bisa dengan cara parsial tetapi harus komprehensif yang mana dibutuhkan kekompakan dan kesolidan dari pihak pimpinan negara untuk mengangkat isu tersebut. Ia tegaskan bahwa isu kembali menonton bioskop sangat perlu dilakukan.
Menurutnya pertanyaan yang sangat penting untuk dijawab saat ini adalah bagaimana membuat masyarakat yakin bahwa menonton di bioskop itu aman.
“Film di Indonesia ini perlu diperbanyak dengan mengedepankan aspek-aspek kearifan lokal yang tidak terhitung jumlahnya, baik dari segi temanya, nilai sosialnya bahkan aspek etikanya. Kita ini memiliki sekian ribu pulau, suku dan bahasa yang mana tata nilainya juga berbeda yang bisa dijadikan banyak film. Ini merupakan modal terbesar perfilman nasional untuk kembali kepada kearifan lokal sehingga dapat menjadi duta bagi Indonesia di masyarakat lokal hingga internasional,” tutupnya.
Penulis : Ib