Sungailiat, BNBabel — Harga CFD (Contract for Difference) timah global terapresiasi 4,4% pada penutupan perdagangan pekan ini (19/02), dari harga pembukaan sebelumnya ialah US$25117,50 per metrik ton menjadi US$26232,50 per metrik ton, mengacu data real time market Investing.
Bila dikonversikan ke rupiah dengan kurs spot hari ini ialah Rp14.065 per dollar AS, maka untuk harga CFD per metrik tonnya adalah Rp368.960.113.
Sedangkan untuk harga cash offer yang tercatat di bursa LME (London Metal Exchange) berdasarkan data 19 Febuari 2021, senilai US$29349 per metrik ton atau Rp412.793.685 per metrik ton.
Adapun nilai kontraknya di bursa LME untuk 3 bulan ialah US$25446 per metrik ton, dan selama 15 bulan bertengger di harga US$23091 per metrik ton.
Kenaikan harga timah ini pun turut pula berkorelasi positif dengan harga saham PT. Timah Tbk, berkode TINS, yang sepekan terakhir ini juga mengalami kenaikan dari Rp2080 per unit menjadi Rp2320 per unit untuk satu lembar sahamnya.
Adanya kekhawatiran terjadi krisis pasokan lantaran volume produksi dari daerah sumber penghasil timah yang sedang menipis, ketika permintaan kuota industri dunia justru meningkat, menjadi salah satu penyebab harga timah hari ini melambung sangat signifikan. Bahkan telah berhasil memecah rekornya pada sebelas tahun yang lalu.
Selain itu, menurut ahli ekonomi dari Bahana Sekuritas Putera, Satria Sambijantoro, ke depan harga timah masih berpotensi melanjutkan kenaikannya seiring pelemahan indeks dollar yang berkorelasi negatif dengan harga komoditas.
“Kami pikir komoditas termasuk logam dapat terus mendapatkan keuntungan dari kelebihan likuiditas dan lingkungan dollar AS yang lemah. Jika pelemahan dollar masih berlanjut, tren harga komoditas termasuk timah, nikel, dan tembaga masih akan naik ke depannya,” kata Satria dalam laporannya, Rabu (17/2) lalu, dikutip dari Kompas.
Satria melanjutkan, semestinya Indonesia sebagai salah satu negara pemasok terbesar timah dunia harus dapat mengoptimalkan momentum ini guna mendukung roda perekonomian nasional di masa pemulihan pandemi Covid-19, karena komoditas timah itu sendiri menurutnya sangat dibutuhkan sebagai supply chain atau rantai pasokan untuk bahan dasar semikonduktor dan alat-alat elektronik. (JAM)