Oleh: Ujang Supriyanto
Ketua Simpul Babel
Deklarasi politik yang dilakukan oleh bakal calon kepala daerah, Andi Kusuma, di area kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bangka sebelum masa pendaftaran resmi Pilkada Ulang 2025 dibuka, menimbulkan keresahan dan membuka ruang diskusi publik soal netralitas penyelenggara pemilu. Tindakan ini dinilai sebagai bentuk curi start kampanye yang berpotensi melanggar prinsip keadilan dan merusak integritas kelembagaan KPU.
Netralitas KPU Bukan Sekadar Diam
Sebagai lembaga independen, KPU semestinya tidak hanya menjaga netralitas secara formal, tetapi juga aktif dalam merespons pelanggaran etika pemilu. Kantor KPU adalah ruang administratif negara yang seharusnya steril dari aktivitas politik praktis. Ketika deklarasi calon dilakukan di lokasi tersebut, dan tidak ada respons tegas dari KPU, publik bisa menilai itu sebagai bentuk pembiaran, bahkan indikasi keberpihakan terselubung.
Lebih dari sekadar narasi, sikap pasif KPU dapat menimbulkan efek domino. Ketika satu calon dibiarkan bermanuver sebelum waktunya, calon lain akan merasa dirugikan, dan kepercayaan publik terhadap proses pemilu pun tergerus. Ini bisa menciptakan delegitimasi hasil pilkada di kemudian hari.
Landasan Hukum yang Dilanggar
Secara normatif, tindakan deklarasi di luar masa kampanye melanggar beberapa regulasi utama:
- Pasal 22E UUD 1945 menjamin pemilu yang jujur dan adil.
- UU No. 7 Tahun 2017 dan UU No. 10 Tahun 2016 mewajibkan penyelenggara pemilu bersikap netral.
- Pasal 280 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 melarang kampanye di luar jadwal, termasuk aktivitas yang memuat unsur ajakan memilih.
Jika pelanggaran ini tidak ditindak, KPU Bangka berisiko dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran etik. DKPP memiliki rekam jejak memberikan sanksi serius kepada anggota KPU daerah yang lalai menjaga netralitas.
Apa yang Seharusnya Dilakukan KPU?
KPU Bangka masih memiliki kesempatan untuk merespons secara bijak dan tegas. Beberapa langkah penting yang perlu segera ditempuh antara lain:
- Memberikan klarifikasi terbuka bahwa deklarasi tersebut bukan bagian dari kegiatan resmi KPU.
- Memberikan teguran tertulis kepada pihak yang melakukan deklarasi politik di area KPU.
- Melapor dan berkoordinasi dengan Bawaslu untuk penanganan pelanggaran kampanye di luar jadwal.
- Memperketat pengawasan terhadap penggunaan simbol, fasilitas, dan ruang KPU dari penyalahgunaan politis.
Langkah-langkah ini penting untuk memulihkan citra kelembagaan KPU, sekaligus memastikan semua bakal calon diperlakukan secara adil.
Pilkada Bukan Hanya Soal Menang, Tapi Legitimasi
Pilkada Ulang 2025 di Kabupaten Bangka adalah ujian krusial bagi semua pihak, terutama penyelenggara pemilu. Proses yang adil tidak cukup hanya dilihat dari hasil akhir, tapi harus dimulai sejak tahapan awal. Jika penyimpangan kecil di awal tidak segera diluruskan, maka hasil akhirnya pun akan dipertanyakan.
Netralitas bukan hanya prinsip, tetapi tindakan konkret. Jika KPU Bangka gagal mengambil sikap atas deklarasi dini ini, maka bukan hanya integritas pilkada yang tercoreng, tetapi juga marwah KPU sebagai penjaga demokrasi yang dipertaruhkan.
Catatan Redaksi: Artikel ini adalah opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi media. Tulisan dikirim sebagai kontribusi publik untuk memperkaya wacana demokrasi dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu.