Jakarta, BNBabel — Pencabutan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal sebagai aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (02/03) kemarin, turut disoroti oleh peneliti bidang hukum, Harja Saputra, di Jakarta.
Bedasarkan keterangan yang ia sampaikan melalui aplikasi pesan WhatsApp, Rabu (03/03), Harja mengatakan kurang tepat bila presiden hanya mencabut sebagian muatan Perpres yang dimaksud dalam Lampiran III mengenai pengaturan tentang investasi miras, yakni butir 31-33, dengan kode KBLI 11010, 11020, dan 11031, yaitu Bidang Usaha Industri Minuman Keras Mengandung Alkohol, Industri Minuman Mengandung Alkohol: Anggur, dan Industri Minuman Mengandung Malt.
Ia mengatakan mekanisme yang tepat sesuai aturan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada Lampiran Nomor 149 dijelaskan untuk mencabut Peraturan Perundang-undangan yang telah diundangkan tetapi belum mulai berlaku, gunakan frasa “Ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku”.
“Untuk dicabut pun ada mekanisme sebagaimana diatur dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahwa “Peraturan Perundang-undangan hanya dapat dicabut dengan Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi”.
Hal itu dikarenakan Perpres masuk dalam hirarki peraturan perundang-undangan. Ungkapan lisan tidak bisa mencabut [itu]. Ia hanya bersifat guidance atau political will. Tidak bisa juga dicabut lampirannya saja, karena lampiran adalah bagian tak terpisahkan,” paparnya kepada juru warta media ini.
Ia melanjutkan bahwa bunyi Pasal 6 nomor (2) dalam Perpres tersebut menyatakan: “Daftar Bidang Usaha dengan persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang merinci Bidang Usaha, Klasifikasi Raku Lapangan Usaha Indonesia, dan persyaratan tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini” dapat diartikan maka seluruh muatan Perpres dan lampirannya harus ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku, sehingga bukan dicabut sebagiannya saja.
Ditambahkan lagi oleh Harja, sesuai Pasal 15 Perpres yang menyebutkan “Peraturan Presiden ini mulai berlaku 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diundangkan”, yaitu sejak tanggal 2 Februari 2021, terhitung belum genap 30 hari kalender mengingat tanggal dalam bulan Februari hanya berjumlah 28 hari saja.
Apalagi menurutnya sistem perhitungan kalender dalam peraturan perundang-undangan dihitung berdasarkan hari kerja. Dengan demikian, Perpres ini menurutnya belum berlaku saat presiden mengumumkan pencabutan sebagian muatannya dalam Perpres yang ia terbitkan.
Selain itu Harja pun berpesan kepada setiap pihak yang sebelumnya mengkritik Perpres tersebut untuk selalu mengawasinya agar fungsi kontrol tetap berjalan sesuai arahan atau permintaan dari masyarakat, khususnya kalangan tokoh agama.
Ia juga turut meminta presiden untuk segera menerbitkan Perpres baru guna merevisi Perpres sebelumnya, sehingga bila mau mengubah lampiran atau berikut pasalnya dapat dituangkan sesuai mekanisme Undang-Undang (UU) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Sudah dicabut itu mana buktinya? Ingat, 30 hari sejak Perpres ini keluar, pengaturannya mulai berlaku. Kalau belum ada produk hukum yang tertulis sebagai gantinya, bagaimana kalau besok sudah keluar perizinan investasi merek A untuk produksi miras di 4 Provinsi itu? Mereka kuat secara hukum kalau digugat. Patokannya Perpres ini sudah mulai berlaku dalam hitungan beberapa hari ke depan. Jika belum ada produk hukum penggantinya, Perpres ini melenggang dan dapat diterapkan,” tukas Harja dengan tegas. (JAM)