Canang Program Pertanian Modern, APRI Serius Optimalkan Sektor Tani

by admin
4 minutes read

Jakarta, BNBABEL — Sebagai upaya menguatkan produktivitas sektor pertanian nasional, Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) mencanangkan program pengembangan pertanian modern dengan turut melibatkan kelompok petani lokal di beberapa daerah.

Platform daya dukung guna meningkatkan kapasitas dan kualitas hasil pertanian tersebut tutur Gatot Sugiharto selaku Ketua Umum DPP APRI, merupakan ujud keseriusan organisasi yang ia pimpin untuk menegakkan kemandirian pertanian di Indonesia pada masa mendatang, selain juga tetap memberi perlindungan hukum bagi masyarakat pelaku tambang yang memang menjadi fokus utama APRI selama berkiprah.

Dijelaskan oleh Gatot bahwa program ini ialah bentuk kontribusi dari masyarakat pelaku tambang yang tergabung di dalam komunitas tambang besutan APRI, atau disebut juga ‘Responsible Mining Community’ (RMC), yang bertujuan mengokohkan kemandirian serta meningkatkan kesejahteraan bagi petani lokal.

Berkaitan dengan hal itu, APRI secara bertahap ia katakan telah aktif mendorong kelompok-kelompok penambang RMC untuk mulai serius kembangkan sayap ke sektor pertanian dengan turut bermitra dan men-support setiap program pengembangan petani lokal di daerah-daerah.

“Jadi kita harus manfaatkan sumber daya itu. Tidak saja bergantung penuh dengan tambang. Tapi juga ada diversifikasi usaha untuk mengurangi ketergantungan terhadap tambang. Jadi dengan adanya pengembangan sektor lain otomatis ‘kan ketergantungannya berkurang, sehingga tambangnya bisa sedikit direm,” paparnya saat dihubungi via sambungan telpon pada Minggu (14/03) siang.

Ia melanjutkan karena Indonesia merupakan daerah kaya mineral, maka pondasi ekonomi negara pun semestinya dikuatkan melalui sektor pertambangan, agar kemudian bisa dikelola secara bermanfaat, bijaksana, dan terpenting lagi dapat diintegrasikan ke sektor pertanian.

“Makanya di APRI kita punya konsep RMC. Jadi kelompok penambang yang bertanggungjawab mengembangkan pertanian secara modern untuk mengelola lahan bekas tambang menjadi area pertanian baru. Kita dorong juga masyarakat penambang belajar membuat pupuk, dan memanfaatkan jenis-jenis mineral yang bagus untuk pertanian seperti ziolin, dolomit, sebagai material penting bagi media tanam dan pupuk,” ucap pria lulusan IPB ini.

Program ini sendiri dikatakan oleh Gatot telah dimulai secara bertahap sejak tahun lalu, dan melalui program ini diharapkan dapat merangsang kesadaran baru bagi penambang agar mulai tertarik menggeluti dunia bertani, termasuk mengubah persepsi atau tendesi negatif masyarakat terhadap dunia pertambangan selama ini, bahwa terkait reklamasi lahan bekas tambang pun masih bisa dialih-fungsikan menjadi areal pertanian baru yang produktif.

“Jadi bukan hanya kemitraan saja. Jangan ada dikotomi kalau menjadi penambang berarti enggak bertani. Enggak gitu. Kalau teman-teman ke rumah saya mungkin tanamannya lebih banyak dari dinas pertanian kali. Kebetulan background saya dari IPB, yaitu Institut Pertanian Bogor, dan belum menjadi Institut Pertambangan Bogor. Jadi kita punya passion juga untuk bertani,” sergahnya tertawa.

Gatot mencontohkan wilayah-wilayah tandus seperti Israel, Ethiopia, yang dahulu merupakan padang gersang, sekarang bisa dikelola sebagai areal pertanian organik berkat didukung oleh teknologi pertanian terkini.

Ia pun menginginkan setiap RMC yang telah terbentuk dapat membudi-dayakan tanaman-tanaman produktif yang bersifat endemik dan bernilai jual tinggi, semisal matoa di Papua, gaharu di NTT, serta tampui di Jambi.

Bahkan kurma yang merupakan buah ekspor asal Timur Tengah pun dikatakan oleh Gatot bisa tumbuh dan ditanam di lahan bekas tambang di Bangka-Belitung, apalagi mengingat kebutuhan kurma sangat tinggi diminati oleh masyarakat Indonesia saat bulan Ramadhan.

Mengenai pemasaran, ia katakan ingin memulainya dari internal organisasi APRI sendiri dengan menjadikan setiap RMC yang tersebar di berbagai daerah sebagai ekosistem pasar untuk pendistribusian hasil pertaniannya nanti.

“Kita harus realistis bahwa kebutuhan konsumsi penambang sangat tinggi. Jadi pertanian yang kita bangun pasarnya sudah tersedia. Jadi melalui program ini kita berusaha memenuhi kebutuhan di internal organsisasi sendiri terlebih dahulu, selain membangun alternatif bisnis ke [sektor] yang lain,” ucapnya.

Ditambahkan oleh Gatot bahwa program ini telah ia rintis sejak tahun 2015 silam di daerah Tubuhue, Timor Tengah Selatan, dengan menggandeng Charles Darwin University dari negeri Kangguru sebagai mitra kerjanya.

“Sebenarnya saya sudah mulai tahun 2015 kembangkan di daerah tubuhue, Timor Tengah Selatan, kerjasama dengan Charles Darwin University. Mudah-mudahan tahun ini kita rencanakan kerjasama lagi dengan teman-teman di Australia, baik untuk tambang rakyat maupun pertanian. Karena saat ini di kuningan, Lumajang, dan Sukabumi sedang dikembangkan tanaman porang dan pisang cavendish,” tutupnya optimistis.

Sebagai informasi, APRI sendiri selaku wadah berhimpun pelaku tambang yang bergerak di sub-sektor pertambangan rakyat, berdasarkan catatan kiprahnya, telah berhasil mengkoordinir jaringan masyarakat tambang lintas provinsi secara efektif dan sistematis ke dalam sebuah komunitas tambang bernama RMC sebagai bentuk konsep atau platform pengelolaan pertambangan rakyat yang legal, bertanggung jawab, dan integral, serta tetap mengedepankan asas ‘Good Mining Practice’ (GMP) dalam setiap kegiatan penambangannya.

Jurnalis: JAM

related posts

1 comment

Munawir 3 April 2021 - 22:15

Kami kelompok tani pemuda mandiri desa waluran mhon bantuan untuk pengadaan mesin babad rumput sebanyak 5 yunit dan mesin panen padi

Reply

Leave a Comment