JAKARTA, BN NASIONAL – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggandeng para pakar dari International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk memperkuat persiapan dekomisioning reaktor riset nuklir di Indonesia.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya memastikan proses penghentian operasional reaktor berjalan aman dan sesuai standar internasional, terutama dalam aspek keselamatan dan pengelolaan limbah radioaktif.
Tiga pakar yang dihadirkan oleh IAEA adalah Vladimir Michal (Ketua Tim Dekomisioning di Departemen Energi Nuklir IAEA), Con Lyras (Australian Nuclear Science and Technology Organisation/ANSTO), dan Reka Szoke (Institute for Energy Technology/IFE Norwegia).
Mereka hadir dalam Expert Mission on Capacity Building for Decommissioning of BRIN Research Reactors yang berlangsung di Kawasan Sains Teknologi BJ Habibie, Tangerang Selatan, Senin (17/3/2025).
Kegiatan ini mencakup kunjungan ke Reaktor Riset Nuklir Serpong dan Bandung, serta diskusi teknis mengenai tantangan dekomisioning.
Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN, Syaiful Bakhri, menegaskan bahwa dekomisioning adalah tahapan yang tak terhindarkan.
“Mau tidak mau, reaktor riset kita akan mencapai akhir masa operasinya dalam 10, 20, atau 30 tahun mendatang,” ujar Syaiful dalam keterangannya dikutip Kamis (20/3/2025).
Selain aspek teknis, BRIN juga menyoroti pentingnya pengembangan sumber daya manusia, teknologi canggih seperti pemodelan 3D, serta perencanaan keuangan untuk mendukung proses dekomisioning yang aman dan terukur.
“Kami memberikan saran terkait perencanaan dekomisioning, estimasi biaya, hingga pelaksanaan teknisnya,” jelas Perwakilan IAEA, Vladimir Michal.
Fokus utama program ini adalah persiapan penghentian operasional Reaktor Triga Bandung, reaktor riset pertama dan tertua di Indonesia. Dengan dukungan IAEA, BRIN berharap mampu mengelola transisi ini dengan standar keselamatan internasional, memastikan bahwa dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat dapat diminimalkan.